Sabtu, 02 Mei 2020

implementasi Amanah dalam kehidpan berbangsa dan bernegara



Dalam al-Qur`ân secara ekplisit menyebut amȃnah sebanyak enam ayat dengan kategori mufrad (tunggal), dan jamak nya, yaitu pada QS al-Baqarah/ 2:283, an-Nisȃ/4:58, al-Anfȃl/8:27, al-Mu’minȗn/ 23:8, al-Ma’ȃrij/70:32, al-Ahzȃb/ 33:72. Sementara orang yang amanah, dalam hal ini para rosul, disebut dalam ungkapan rosȗlun amȋn, sebanyak enam ayat (QS as-syu’arȃ/26:107, 125, 143, 162 dan 178 dan QS Ad-dukhȃn/44:18). Kata nasȋbun amȋn (QS al-a’raf/7:68), ar-rȗhul amȋn (QS As-syu’arȃ/26:193), qowiyyun amȋn (QS an-naml/27:39) nabi Musa sebagai al-Qowiyyul amȋn (QS al-qashash/28:26), maqomuin amin (QS Ad-dukhȏn/ 44:51) dan al-baladul amȋn (QS At-tȋn/95:3).[1]
Dalam bernegara, amanah adalah hal yang paling jarang dilakukan oleh pemangku negara. Amanah dalam bahasa modern disebut dengan kredibel/ kredibilitas. Kredibiltas adalah sesuatu yang urgen bagi tegaknya kebenaran dan kebaikan dalam bernegara.
Amanah merupakan perkara yang paling urgen untuk urusan kehidupan, begitu juga dalam hal bernegara yang menyangkut aspek sosial bermasyarakat. Perintah untuk berlaku amanah sudah tercermin dalam al-Qur’ȃn. Allah berfirman:
“Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (QS al-Baqarah/ 2:283).

Dalam kontek ayat ini Quṯb menjelaskan bahwa orang yang berutang adalah memegang amanat yang berupa utang, dan yang berpiutang memegang amanat berupa barang jaminan (dari yang berutang). kedua-duanya diseru untuk menunaikan amanat masing-atas nama takwa kepada Allah.[2]
Ayat lain yang menjelaskan tentang amanah. Allah berfirman:
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya“ (QS an-Nisa/4:58).

Quṯb menjelaskan bahwa amanat-amanat itu sudah tentu dimulai dengan amanat yang terbesar, yaitu amanat yang dihubungkan Allah dengan fitrah manusia. Amanat yang bumi dan langit serta gunung-gunung tidak mau memikulnya dan takut memikulnya akan tetapi manusialah yang memikulnya. yang dimaksud adalah amanat hidayah, makrifah dan iman kepada Allah dengan niat hati, kesungguhan dan arahan.[3]
Dalam hadis anjuran amanah merupakan anjuran dalam bersikap dan bernegara.
“Dari Abu Hurairah r.a, Rasulullah s.a.w bersabda; “tanda orang munafik itu tiga macam, iaitu jikalau berkata dusat, jikalau berjanji mungkiri, dan jikalau diberi amanah lalu khianat”.[4]

Demi tegaknya negara yang baik dan kredibiltas, al-Qur`ân telah memberikan sinyal akan urgensi amanah ditegakkan dalam persolaan kenegaraan, sebagaimana kredibiltas para nabi yang mustahil melakukan kecurangan (QS Al-Imran/ 3:161).[5]
Begitu juga kewajiban kredibiltas dalam menyampaikan amanat (QS An-Nisa/4:58). Ayat ini diperintahkan untuk menyampaikan “amanat” kepada yang berhak. Pengertian amanat dalam ayat ini, ialah sesuatu yang dipercayakan kepada sesorang untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Kata “amanat” dengan pengertian ini sangat luas, meliputi “amanat” Allah kepada hamba-Nya, amanat seseorang kepada sesamanya dan terhadap dirinya sendiri.[6]
Selain tuntutan amanah kepada yang berhak menerimanya, anjuran amanah juga diwajibkan kepada Allah, Rosul dan orang lain (QS Al-Anfal/ 8:27). Allah berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu Mengetahui”.
  Al-Qur`ân menggunakan kata amanah untuk menunjukkkan arti tugas-tugas keagamaan (al-Ahzȃb/33:72), hak hak Allah dan hamba-Nya (An-nisȃ’/4:58), dan hutang (al-Baqarah/2:283). Dan sebagian besar arti kata ini didalam Al-Qur`ân adalah amanat dan kepercayaan.[7]
Pada QS al-Ahzȃb/33:72[8], Allah berfirman:
“Sesungguhnya kami Telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh”
 Quṯb menjelaskan bahwa amanat itu sangat besar, namun manusia telah menyatakan kesanggupan memikulnya. padahal, dia sangat kecil tubuhnya, sedikit kekuatannya, lemah usahanya, terbatas umurnya, serta dia diliputi dan digelorakan oleh syahwat, bafsu, libido, kecendrungan dan ketamakan. Sesungguhnya langkah menyanggupi beban yang berat itu merupakan bahaya yang sangat besar. oleh karena itu manusia sangat zalim kepada dirinya dan jahil terhadap kekuatannya.[9] Begitu juga memelihara amanah dan janji (QS al-Mu’minȗn/23:8)[10] dan (QS al-Ma’ȃrij/70:32).
Dalam hal kenegaraan amanah merupakan inti dari roda pemerintahan. Negara yang baik adalah negara yang berani berbuat jujur untuk rakyatnya. Amanah dalam bahasa lain di saat ini adalah mentaati semua peraturan yang berkaitan dengan undang-undang negara tersebut dalam semua hal terutama menjalankan peraturan untuk tidak melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme di tubuh pemerintahnnya serta tidak melanggar HAM dan peraturan lain demi kepentingan bangsa dan negara.
Dalam al-Qur’ȃn ditemukan banyak kata al-Amȋn/ amȋn. Ia  adalah kata yang sering disandȃr kan dengan kalimat sebelumnya. Didalam al-Qur`ân ditemukan kata al-amȋn yang diawali dengan kata rosȗl, nasȋbu, ar-ruh, qowiyyun, maqȏmun dan al-balad.
Kalimat Rosȗlun amȋn disebutkan dalam al-Qur`ân sebanyak enam ayat, yaitu QS As-Syua’arȃ/26:107[11], QS As-Syua’rȃ/26:107, 125, 143, 162, QS ad-Dukhȏn/ 44:18[12].
Begitu juga kalimat Nasȋbun amȋn (QS al-‘Arȃf/ 7:68) menerangkan bahwa dia hanya menyampaikan perintah-perintah Tuhannya agar meraka beriman kepada-Nya, kepada hari kemudian, kepada rosul-rosul, kepada malaikat-malaikat Allah, kepada adanya surga dan neraka.[13]
Kalimat Ar-rȗhul amȋn juga terdapat pada QS as-Syu’arȃ/26:193.[14] sedangkan al-Qowiyyul amȋn diberikan kepada nabi Musa (QS al-Qashash/28:26).[15]
Kemudian terdapat juga kalimat Maqȏmun amȋn (QS ad-Dukhȃn/ 44:51). Maqam amin adalah tempat yang aman.[16], juga kalimat al-balad al-amȋn (QS 95:3). Al-balad al-amȋn adalah Mekah tempat kelahiran Nabi Muhammad.
            Dari beberapa penyandaran kata al-Amin dengan kata yang lainnya, menurut penulis bahwa kepercayaan, amanah, kredibilitas itu harus benar-benar menempel kepada setiap bagian, elemen terpenting bagi sisi kehidupan, apalagi yang menyangkut hubungan sosial politik, keagamaan dan kepemimpinan.

baca juga : 




[1] Departemen Agama RI. Tafsȋr al-Qur’ȃn Tematik; Al-Qur’ȃn dan Kernegaraan, h.101.
[2]  Sayyid Quṯb, Tafsȋr Fȋ Ẕilȃl al-Qur’ȃn,  Vol. I, h. 395.
[3]  Sayyid Quṯb, Fȋ Ẕilȃl al-Qur’ȃn,  Jilid. II, h. 688.
[4] Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hambal bin Hill bin Asad as-Syȋbani, Musnad Ahmad, (T.tp.: Muassasah al-Risȃlah, 2001), bab Musnad Abu Hurairah, juz 14, no. 8685, h. 314.
[5] Ay-Yagulla arti kata dasarnya adalah mengambil sesuatu dengan cara sembunyi-sembunyi Departemen Agama RI, Al-Qur’ȃn dan Tafsirnya, Vol. II, h. 69. Ayat ini menjelaskan bahwa tidak mungkin Rosulullah saw berbuat khianat mengambil barang ghanimah (rampasan dalam peperangan). Hal ini bertentangan dengan sifat-sifat kemaksuman Nabi (terpeliharanya dȃr i perbuatan tercela), akhlaknya yang tinggi yang menjadi contoh utama. Barangsiapa berbuat khianat serupa itu maka ia pada hari kiamat akan datang membawa barang hasil pengkhianatannya dan tidak akan disembunyikannya. Departemen Agama RI, Al-Qur’ȃn dan Tafsirnya, Vol. II, h.7.
[6] Departemen Agama RI, Al-Qur’ȃn dan Tafsirnya, Vol. II, h.196-197.
[7] Departemen Agama RI, Al-Qur’ȃn dan Tafsirnya, Vol. III, h.602.
[8] Ayat ini menjelaskan bahwa Allah kaum muslimin agar mereka tidak mengkhianati Allah dan Rosul-Nya, yaitu mengabaikan kewajiban-kewajiban yang harus mereka laksanakan, melanggar larangan-larangan-Nya, yang telah ditentukan dengan perantara wahyu. Tidak mengkhianati amanat yang telah dipercayakan kepada mereka. Departemen Agama RI, Al-Qur’ȃn dan Tafsirnya, Vol. III, h. 603.
[9] Sayyid Quṯb, Fȋ Ẕilȃl al-Qur’ȃn,  Jilid. V,  h. 2884.
[10] Ayat ini menjelaskan tentang memelihara amanat-amanat yang dipikulnya dan menepati janjinya. Dalam ayat ini Allah menerangkan sifat keenam dari orang mukmin yang beruntung itu, ialah suka memelihara amanat-amanat yng dipikulnya baik dȃr i Allah ataupun dȃr i sesama manusia. Departemen Agama RI, Al-Qur’ȃn dan Tafsirnya, Vol. VI , h.473.
[11] Pada QS as-Syua’ara/26:107 ini menjelaskan bahwa Nabi Nuh memberitahu kaumnya bahwa ia adalah seorang rosul Allah yang di utus kepada mereka. Dia dipercaya untuk menyampaikan perintah dan larangan Allah, tanpa menambah atau mengurangi sedikit pun. Departemen Agama RI, Al-Qur’ȃn dan Tafsirnya, Vol. VII, h.110.
[12]  Pada QS Ad-Dukhon/ 44:18 menjelaskan tentang perkataan Nabi Musa kepada Fir’aun, Aku ini adalah Rosulullah yang telah dipercayakan untuk menyampaikan wahyu-Nya dan memperingatkan kepada kamu sekalian tentang siksaan-Nya apabila kamu sekalian mendurhakai-Nya. Departemen Agama RI, Al-Qur’ȃn dan Tafsirnya, Vol. IX, h.166.
[13] Departemen Agama RI, Al-Qur’ȃn dan Tafsirnya, Vol. III, h. 380.
[14] Ruhul Amin diartikan dengan malaikat Jibril yang bertugas membawakan wahyu kepada Nabi Muhammad. Begitu juga terdapat kalimat Qowiyyun amin pada (QS An-Naml/ 27:39) menjelaskan bahwa aku benar-benar sanggup melaksanakannya dan kesanggupanku itu dibuktikan. “yang dimaksud dengan “sebelum kamu berdiri dȃr i tempat dudukmu” ialah sebelum Sulaiman meninggalkan tempat itu. Beliau biasanya meninggalkan tempat itu sebelum tengah hari.Departemen Agama RI, Al-Qur’ȃn dan Tafsirnya, Vol. VII, h. 209.
[15] Al-Qowi Al-Amin adalah Nabi Musa. ayat ini menjelaskan tentang orang tua yang tidak memiliki anak laki-laki dan tidak mempunyai pembantu. Putrinya mengusulkan kepada bapaknya agar mengangkat Musa sebagai pembantu mereka menggembala kambing, mengambil air, dan sebagainya karena dia seorang yang jujur, dapat dipercaya, dan kuat tenaganya Departemen Agama RI, Al-Qur’ȃn dan Tafsirnya, Vol. VII, 284.
[16] Departemen Agama RI, Al-Qur’ȃn dan Tafsirnya, Vol. IX, h.187.

implementasi Amanah dalam kehidpan berbangsa dan bernegara

Dalam a l-Qur`ân secara ekplisit menyebut amȃnah sebanyak enam ayat dengan kategori mufrad (tunggal), dan jamak nya, yaitu pada Q...