Selasa, 21 April 2020

Definisi Negara menurut Cendikiawan Muslim



Istilah Negara dalam kamus ilmiah populer diartikan dengan negeri atau wilayah yang memiliki kedaulatan dan pemerintahan.[1]
Di dalam kamus besar bahasa Indonesia negara adalah organisasi di suatu wilayah yang mempunyai kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati oleh rakyat atau kelompok sosial yang menduduki wilayah atau daerah tertentu yang diorganisasi dibawah lembaga politik, mempunyai kesatuan politik, berdaulat sehingga berhak menentukan tujuan nasionalnya. Sedangkan negeri adalah tanah tempat tinggal suatu bangsa, kampung halaman, tempat kelahiran, negara, pemerintah dan nagari.[2]
Negara merupakan definisi yang tidak asing ditafsirkan, baik ditafsirkan oleh kalangan islamis, sosialis, nasionalis dan komunis.[3]
Menurut Quṯb yang dikutip oleh Munawwir Syadzali, negara Islam adalah negara yang menjadikan Islam sebagai agamanya dan dibangun atas dasar syariat


Islam.[4] Negara Islam itu merupakan negara yang sistem pemerintahannya didasarkan pada syariat Islam yang bersumber pada al-Qur’ȃn dan as-Sunnah[5] karena Islam adalah satu-satunya ideologi yang lebih sempurna, yang harus dijadikan landasan dalam kehidupan negara.[6]
Sedangkan negara Islam menurut Yusuf al-Qardhawi adalah negara madani (civil society) yang berdasarkan Islam.[7] dan negara bukan Islam adalah negeri-negeri yang tidak termasuk dalam kekuasaan kaum muslimin, atau negeri-negeri di mana hukum Islam tidak nampak, baik negeri-negeri tersebut dikuasai oleh satu pemerintahan atau beberapa pemerintahan, baik penduduknya yang tetap terdiri dari kaum muslimin atau bukan.[8]
Menurut Fazlur Rahman negara Islam adalah organisasi yang dibentuk oleh masyarakat muslim itu dalam rangka memenuhi keinginan mereka dan tidak untuk kepentingan lain. Dapat dijelaskan bahwa maksud dari “keinginan mereka” disini adalah melaksanakan kehendak Allah sebagaimana tercantum dalam wahyu Allah.[9]
Di dalam buku al-Qurȃn dan kenegaraan, negara didefinisikan sebagai lembaga yang menghimpun manusia yang secara tetap mendiami suatu wilayah tertentu dan memiliki institusi abstraknya sendiri secara sistem yang dipatuhi dari pemegang kekuasaan yang di taatinya serta memiliki kemerdekaan politik.[10]
Dari beberapa definisi diatas disimpulkan bahwa negara adalah organisasi di suatu wilayah atau suatu wadah dan alat dari kelompok yang dominan dari manusia yang bertugas menduduki, menghimpun, berpihak, mengatur, menciptakan, mempertahankan, mengendalikan, dengan maksud untuk memenuhi keinginan dan kehendak mereka dalam berkuasa.
Pendapat-pendapat di atas mungkin ada benarnya dalam Islam, jika dikaitkan dengan Islam yang menjadi sebuah keyakinan. Menurut Islam, negara adalah sebagai kekuataan dunia yang merupakan sesuatu yang mutlak bagi al-Qur’ȃn, sebab hanya dengan itulah aturan-aturan dan ajaran-ajarannya dapat dilaksanakan dalam kehidupan nyata. Islam mengatur hal-hal yang tidak berubah, termasuk pokok-pokok mengatur masyarakat manusia, kepentingan, keperluannya dan kepemimpinannya.[11]
Dalam sejarah peradaban Islam, dikenal istilah daulah yang berarti negara. Perkataan (daulah) secara kebahasaan berarti nama bagi semua benda yang berputar atau bergilir dengan sendirinya. Sementara itu di dalam al-Qur’ȃn terdapat satu kata yang akar katanya sama dengan istilah (daulah), yaitu perkataan (dȗlah) yang berarti berputar atau beredar (QS al-hasr /59:7) dan (QS Ali Imrȃn/ 3:140).[12]



[1]  Pius A Partanto dan M Dahlan al-Barry, Kamus Ilmiah Populer (Surabaya: Arkola, 2001), h. 521.
[2]  Departemen Pendidikan Nasional,  Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Gramedia, 2008), h. 999-1000.
[3]  Bagi Karl Marx negara adalah alat klas yang dominan, berpihak, bukan saja sekedar berpihak, tetapi negara adalah alat dari kelompok yang dominan dari sebuah masyarakat. Menurut kaum pluralis, negara merupakan alat dari masyarakat. Menurut Roger H. Soltau, negara adalah alat (agency) atau wewenang (authority) yang mengatur atau mengendalikan persoalan-persoalan bersama. Bagi Lenin negara adalah mesin untuk mempertahankan kekuasaan satu kelas atas kelas yang lain. Sedangkan Hegel berpendapat bahwa negara bukan merupakan alat dari masyarakatnya tetapi ia merupakan alat dari dirinya sendiri. Arief budiman. Arief budiman, Teori Negara, Negara, kekuasaan dan Ideologi (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1997), h. 56-59. Sedangkan Hans Kelsen negara adalah jumlah keluarga dengan segala harta bendanya yang dipimpin oleh akal satu kuasa yang berdaulat. Abdul Qȃdir Djaelȃni, Negara Ideal Menurut
Konsepsi Islam (Surabaya: PT Bina Ilmu 1995), h. 11.
[4] Munawwir Syadzali, Islam dan Tata Negara; Ajaran, sejarah dan pemikiran, h. 151.
Konsepsi Islam (Surabaya: PT Bina Ilmu 1995), h. 11.
[5] M. Imdadun Rahmat, Arus Baru Islam Radikal (Jakarta: Erlangga, 2005), h. 44.
[6]  Sayyid Quṯb, Fiqih Dakwah ( Jakarta: Pustaka Amani, 1986), h 1.
[7] Yusuf al-Qaradhȃwi, al-Dîn wa al-Siyâsah, edisi bahasa Indonesia Meluruskan Dikotomi Agama dan Politik diterjemahkan oleh Khoirul Amru Harahap (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2008), cet. I, h. 169.
[8]  Abdul Qȃdir Audah, al-Tasyri̒ al-Jinâ’i al-Islâmi: Muqâranan bi al-Qânŭn al-Wadhi’i (Beirut:  Muasasah al-Risalah, 1998), juz I, h. 227.
[9] M Hasbi Amirudin, Konsep Negara Islam menurut Fazlur Rahman (Jogjakarta: UII Press 2000), h. 85.
[10] Departemen Agama RI. Tafsȋr al-Qur’ȃn Tematik; Al-Qur’ȃn dan Kernegaraan, h. 6.
[11] Departemen Agama RI, Tafsȋr al-Qur’ȃn Tematik; Al-Qur’ȃn dan Kernegaraan (Jakarta: Lajnah Pentashihan Al-Qur’an, 2011), h.1.
[12] Departemen Agama RI. Tafsȋr al-Qur’ȃn Tematik; Al-Qur’ȃn dan Kernegaraan, h. 48-49.
[13] Di kota ini keadaan Nabi dan umat Islam mengalami perubahan yang besar. Kalau di Mekkah mereka mempunyai kedudukan yang baik dan segera merupakan umat yang kuat dan dapat berdiri sendiri. Nabi sendiri menjadi kepala dalam masyarakat yang baru di bentuk itu dan akhirnya merupakan negara; suatu negara yang daerah kekuasaannya di akhir zaman Nabi meliputi seluruh semenanjung Arabia. Dengan kata lain di Medinah nabi Muhammad bukan lagi hanya mempunyai sifat Rosul Allah, tetapi juga mempunyai sifat kepala negara. Lihat Harun Nasution, Islam di Tinjau Dari Berbagai Aspeknya,(Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press 1985), Jilid I, h. 88.
[14] Departemen Agama RI. Tafsȋr al-Qur’ȃn Tematik; Al-Qur’ȃn dan Kernegaraan, h. 7.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

implementasi Amanah dalam kehidpan berbangsa dan bernegara

Dalam a l-Qur`ân secara ekplisit menyebut amȃnah sebanyak enam ayat dengan kategori mufrad (tunggal), dan jamak nya, yaitu pada Q...