Kamis, 23 April 2020

Negeri yang dimusnahkan



Selain negeri yang melahirkan Rosulullah, terdapat negeri lain yang melahirkan Nabi Lȗth yang Allah hancurkan (QS al-Furqȏn/25:40)[1].
Quṯb menggambarkan tentang contoh kebinasaan kampung Luth, padahal orang-orang Quraish sering melihat kampung tersebut di Sadum, dalam perjalanan musim panas ke Syam.[2]
Begitu juga Allah menurunkan azab karena kefasikan penduduk (QS al-Ankabȗt/29:34).[3] Begitu juga Allah akan menimpakan kesempitan dan penderitaan bagi negeri yang mendustakan nabinya (QS al-A’rȃf/7:94). [4]
Menurut penulis, jika ada penduduk kota/negeri yang Allah datangkan kepada nabi/ utusan-Nya, kemudian mereka membangkan darinya, Allah akan membalas perbuatan mereka dengan kesukaran, kepayahan dan peperangan yang membuat mereka sukar dan sempit.
Penduduk negeri yang telah Allah binasakan, mustahil bagi Allah untuk mengembalikan kembali (QS al-Anbiyȃ/21:95). Quṯb menjelaskan makna ayat tersebut adalah penafian kemungkinan kembalinya penduduk negeri itu ke dalam kehidupan dunia setelah kebinasaannya, atau penafian kembalinya mereka dari kesesatannya kepada kebenaran hingga hari kiamat.[5]
Uniknya setalah Allah menghancurkan suatu negeri, Allah akan mengganti dengan kaum lain (QS al-Anbiyȃ/ 21:11).[6] Begitu juga Allah menghidupkan negeri yang pernah dihancurkan (QS al-Baqarah/2:259).[7]
Kata al-Qoryah diatas lebih banyak menerangkan tentang negeri yang pernah Allah hancurkan. Kehancuran negeri bermula dari pengingkaran dan kedurhakaan kepada pembawa ajaran Allah. Selain al-Qoryah digunakan sebagai simbol negeri yang dihancurkan, ia juga memiliki arti negeri yang beriman yang tidak Allah hancurkan (QS al-Anbiyȃ/21:6).[8]
Begitu juga Allah tidak membinasakan negeri yang menegakkan keadilan (QS/al-Hijr/15:4). Menurut Quṯb, “…jika bangsa-bangsa dan negeri itu beriman dan berbuat baik, melakukan perbaikan dan menegakkan keadilan, niscaya Allah akan memanjangkan usia (kejayaan) bangsa dan negeri itu”...[9]
Disetiap negeri, Allah mengutus manusia yang membawa peringatan kepada penduduk negeri tersebut agar beriman kepada-Nya (QS al-Furqȏn/25:51). Quṯb menjelaskan, "…bahwa Allah menugaskan rosul untuk memberikan peringatan kepada seluruh negeri, sehingga menjadi satulah risalah yang terakhir ini, dan tak terpecah-pecah melalui lidah banyak rosul di banyak negeri”...[10]
Allah juga mengutus di suatu negeri untuk memberikan peringatan kepada orang-orang yang hidup mewah (QS Sabȃ/34:34).[11] Selain penduduknya berkehidupan mewah, mereka juga hidup bersenang-senang (QS al-Qoshos/ 28:58) [12] dan  juga berfoya foya (QS al-Isrȃ/17:16).[13]
Meskipun berkali-kali Allah mengutus manusia ke suatu negeri sebagai pembawa peringatan, realitanya penduduk negeri itu selalu mengingkari perintah Allah (QS at-Ṯalȃq/65:8).[14]
Mendirikan negara yang baik tentunya menghadapai halangan dan rintangan, diantaranya munculnya para penjahat, pemimpin yang lalai, penduduk yang zalim (QS al-An’ȃm/6:123), Allah menjelaskan tentang suatu negeri dimana penjahat-penjahat yang terbesar agar mereka melakukan tipu daya dalam negeri itu. Quṯb menjelaskan bahwa ini adalah hukum Allah yang berlangsung di muka bumi.[15]
Selain para penjahat, al-Qur’ȃn menerangkan tentang penguasa yang lalim (QS an-Naml/27:34).[16] Al-Qur’ȃn juga menerangkan tentang penduduk yang zhalim (QS an-Nisȃ/4:75). Menurut Quṯb, ayat ini sebagai lukisan al-Qur’ȃn terhadap negeri, wilayah, dan tanah air dengan ungkapan, "negeri ini yang zalim penduduknya yang diposisikan sedemikian rupa adalah dar al-harb (daerah perang). Wajib bagi kaum muslimin untuk menyelamatkan orang-orang muslim yang tertindas dari negeri itu, yaitu Mekah. itulah tanah air kaum muhajirin”....[17]
Begitu juga kezaliman penduduk negeri dengan  melanggar aturan pada hari sabtu (QS al-A’rȃf/7:163).[18] Dan juga kezaliman penduduk negeri ketika telah datang utusan kepada mereka (QS Yasin/36:13). Menurut Quṯb dalam tafsirnya:
Ia adalah negeri yang mana Allah mengutus dua Rosul sebagaimana halnya Allah mengutus Musa dan Harus a,s kepada Fir'aun. Kemudian penduduk negeri itu mendustakan kedua rosul tersebut”.[19]

Dari beberapa pemaparan dan penafsiran di atas tentang negeri yang pernah Allah hancurkan, di dalam al-Qur’ȃn juga disebutkan negeri yang Allah janjikan, kesenangan, kemakmuran dan keberkahan ketika mereka beriman dan berbuat baik (QS al-Baqarah/2:58)[20] Allah menerangkan kenikmatan berupa makanan yang diberikan kepadanya (QS al-A’rȃf/7:161)[21] dan Allah juga limpahkan keberkahan kepadanya (QS Sabȃ/34:18)[22]
Begitu juga Allah melimpahkan keberkehan ketika mereka yang membenarkan kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya. Allah berfirman:
“dan agar kamu memberi peringatan kepada (penduduk) ummul Qura (Mekah) dan orang-orang yang di luar lingkungannya”. (QS al-An’am/6:92).


Menurut Quṯb, “…Mekah dinamakan Ummul Qurȃ[23], karena disana berdiri Baitullah yang merupakan bangunan pertama yang didirikan untuk digunakan manusia menyembah Allah semata tanpa sekutu, dijadikan sebagai tempat keamanan bagi manusia dan seluruh makhluk hidup”...[24]
Allah juga melimpahkan keberkahan karena keimanan dan ketakawaan (QS al-A’rȃf/7:96) dan limpahan rizki karena keamanan (QS an-Nahl/ 16:112)[25]. Quṯb menafsirkan ayat di atas bahwa Allah hendak memberikan sebuah contoh keadaan kota Mekah dan tabiat penduduknya yang mengingkari nikmat-nikmat Allah, agar mereka menyadari tempat kembali (al-mashir) yang disediakan untuk mereka di sela-sela perumpamaan tersebut.[26]
Selain keberkahan dan kenikmatan, Allah turunkan kebenaran yang di bawa oleh rosul untuk penduduk negeri (QS az-Zukhrȗf/43:31)[27], penduduknya berbuat kebaikan (QS Hȗd/11:117)[28], dan membenarkan wahyu (QS Yȗsuf/ 12:109)[29].
Ayat lain Allah tidak membinasakan kota karena seorang rasul yang membacakan ayat-ayat kami kepada mereka. Allah berfirman:
"Dan tidak adalah Tuhanmu membinasakan kota-kota, sebelum dia mengutus di ibukota itu seorang Rasul yang membacakan ayat-ayat kami kepada mereka"  (QS al-Qoshos/ 28:59)

 Menurut Quṯb, “…Allah membinasakan negeri-begeri yang mengingkari nikmat Allah itu kecuali setelah Dia mengirim utusan-Nya kepada mereka. Hikmah pengiriman rosul ke ibukota negeri-negeri adalah agar tempat itu menjadi pusat penyebaran risalah ke penjuru-penjuru negeri sehingga tidak ada lagi hujjah dan alasan bagi seseorang untuk beriman”...[30]
Di dalam QS al-An’ȃm/6:131, Allah tidak membinasakan karena kasih sayangnya. Menurut Quṯb, “…karena kasih sayang Allah kepada manusia, Dia tidak akan mengazab mereka atas kemusyrikan dan kekafiran mereka hingga Dia mengutus para rosul kepada mereka”...[31]
Dari beberapa ayat diatas yang menceritakan tentang kehancuran dan keberkahan negeri, hal itu menjadikan peringatan kepada kaum setelahnya agar bisa mentadaburi nikmat yang Allah pernah berikan kepada negeri kita (QS Al-A’rȃf/7:101) dan sisa reruntuhan negeri yang Allah binasakan mestinya dijadikan pelajaran yang berharga (QS Hȗd/11:100).



[1]  ôs)s9ur (#öqs?r& n?tã Ïptƒös)ø9$# ûÓÉL©9$# ôNtÏÜøBé& tsÜtB Ïäöq¡¡9$#
[2]  Sayyid Quṯb, Tafsȋr Fȋ Ẕilȃl al-Qur’ȃn, Vol. VIII, h. 297. Negeri kaum Luth adalah negeri Sodom, dimana Allah hancurkan mereka dengan hujan dan batu yang bercampur tanah karena ia merupakan negeri orang-orang yang menyukai sesama (QS Al-Ankabut/29:31 dan 34). Quṯb menjelaskan bahwa dikampung tersebut terdapat Nabi Luth, dan dia adalah seorang hamba yang Sholeh dan bukan seorang yang zalim. Meskipun keberadaan Luth berada di perkampungan orang yang menyukai sesama jenis. Sayyid Quṯb, Tafsȋr Fȋ Ẕilȃl al-Qur’ȃn, Vol. XI, h. 102. Dari kehancuran dan kebinasaan yang Allah berikan kepada kaum Luth, Allah menyelamatkan Luth dari azab-Nya (QS al-Anbiya/21:74). Quṯb menjelaskan bahwa ayat ini menceritakan tentang Nabi luth yang telah menemani pamannya ibrahim yang pindah dari Irak menuju Negeri Syam. Dia berdiam di negeri Sadum. Penduduk kota itu gemar melakukan perbuatan keji, yaitu homoseksual dengan terang-terangan tanpa rasa malu sedikitpun dan rasa bersalah. Maka Allahpun membinasakan kota dari seluruh penduduknya. Sayyid Quṯb, Tafsȋr Fȋ Ẕilȃl al-Qur’ȃn, Vol. VIII, h. 75.
[3]  Quṯb menjelaskan bahwa ayat ini menceritakan tentang adegan pembinasaan yang menimpa kampung tersebut beserta seluruh penduduknya, kecuali Luth dan keluarganya yang beriman. Pembinasaan ini terjadi dengan hujan dan batu yang bercampur tanah. Menurut dugaan terkuat, hal itu berupa ledakan lava yang membalik kota tersebut dan menelannya. Kemudian menghujaninya dengan hujan batu yang menyertai semburan lava. Sayyid Quṯb, Tafsȋr Fȋ Ẕilȃl al-Qur’ȃn, Vol. XI, h. 103.
[4]  Ridha menejelaskan bahwa kata Qoryah adalah kota besar bagi yang dipimpin oleh kepala daerah/ walikota (penulis) yang mana  di zaman sekarang disebut sebagai ibu kota. Begitu juga para nabi diutus di kota kota besar karena penduduk negeri mengikuti pemimpinnya apabila mereka beriman. Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir al Manar (Kairo: Dȃr  Taufiqiyah, t.t),  Vol. 9, h. 14.
[5] Sayyid Quṯb, Fȋ Ẕilȃl al-Qur’ȃn, Jilid. IV. h. 2398.
[6]  Quṯb menafsirkan bahwa al-Qosmu maknanya lebih keras dari sekedȃr  memotong-motong dan menghancurkan. tuturan lafazh ini menggambarkan maknanya yang lebih keras, kejam, pembenturan, dan penghancuran total atas negeri-negeri yang zalim, sehingga ia menjadi rusak dan binasa. Sayyid Quṯb, Tafsȋr Fȋ Ẕilȃl al-Qur’ȃn, Vol. VIII, h. 51.
[7]  Quṯb menafsirkan siapakah gerangan "orang-orang yang melewati suatu negeri itu? Negeri manakah yang dilewatinya yang temboknya telah roboh menutupi atapnya itu? al Quran tidak menyebutkannya dengan jelas, kalau Allah menghendaki, niscaya disebutkannya dengan jelas. Sayyid Quṯb, Fȋ Ẕilȃl al-Qur’ȃn, Jilid.  I, h. 299.
[8]  Quṯb menjelaskan bahwa mukjizat telah berkali-kali datang, namun berkali-kali pula orang-orang mendustakannya, dan berkali-kali pula Allah membinasakan orang-orang yang mendustakaan itu. Dan Allah tidak membinasakan negeri yang penduduknya beriman. Sayyid Quṯb, Tafsȋr Fȋ Ẕilȃl al-Qur’ȃn, Vol.VIII, h. 48.
[9]  Sayyid Quṯb, Tafsȋr Fȋ Ẕilȃl al-Qur’ȃn, Vol.VII, h. 124.
[10]  Sayyid Quṯb, Fȋ Ẕilȃl al-Qur’ȃn, Jilid.V, h. 2570-2571.
[11] Bagi Quṯb hidup mewah itu mengeraskan hati, menghilangkan sensitivitasnya, merusak fitrah, dan membutakannya sehingga tak dapat melihat tanda-tanda petunjuk. Akibatnya mereka menjadi sombong atas petunjuk dan tetap berpegang pada kebathilan, serta tidak terbuka untuk menerima cahaya. Hal ini mejadikan tidak akan diutusnya seorang pemberi peringatan pada negeri tersebut. Sayyid Quṯb, Tafsȋr Fȋ Ẕilȃl al-Qur’ȃn, Vol. IX h. 326.
[12]  Quṯb menjelaskan bahwa mengingkari dan tidak mensyukuri nikmat itulah penyebab kebinasaan negeri-negeri itu. Kebinasaan mereka seperti yang menimpa negeri-negeri yang mereka lihat dan mereka ketahui itu, mereka dapati penduduk-penduduknya sudah binasa dan kosong dari tempat itu. Sayyid Quṯb, Fȋ Ẕilȃl al-Qur’ȃn, Jilid. V, h. 2704. Ayat diatas dipertegas dengan QS Az-Zukhruf/43:23. Quṯb menjelaskan bahwa al Qur’an menampilkan kepada mereka bentuk akhir nasib orang-orang yang mengatakan seperti itu dan yang mengikuti jalan mereka dalam sikap ikut-ikutan dan taklid, serta berpaling dan mendustakan kebenaran. Sayyid Quṯb, Fȋ Ẕilȃl al-Qur’ȃn, Jilid. V, h. 3182.
[13]  Quṯb menerangkan bahwa orang-orang yang hidup mewah pada segala bangsa adalah mereka yang berada pada lapisan elit dan pada pembesar. Mereka punya banyak uang, kroni dan hidup serba ada. Merekapun menikmati itu semua dengan bermalas-malasan sambil berfoya-foya dan berkuasa. Sayyid Quṯb, Tafsȋr Fȋ Ẕilȃl al-Qur’ȃn, Vol.VII, h. 243.
[14]  Menurut Quṯb ayat ini menjelaskan tentang hukuman Allah yang dijatuhkan kepada orang-orang yang mendurhakai perintah Allah dan tidak tunduk kepada rosul-rosul-Nya. Sayyid Quṯb, Tafsȋr Fȋ Ẕilȃl al-Qur’ȃn, Vol. XI, h 321.
[15] Sayyid Quṯb, Tafsȋr Fȋ Ẕilȃl al-Qur’ȃn, Vol.VI, h. 206-207.
[16]  Quṯb menjelaskan kebiasaan raja-raja bila meneklukkan negeri-negeri, maka mereka melakukan kerusakan dengan merajalela dan membolehkan pembunuhan dan pemusnahan didalamnya juga menginjak-menginjak kehormatan, menghancurkan pemimpin dan pembesar-pembesarnya, dan menghinakan mereka karena melaukuan perlawanan. Sayyid Quṯb, Fȋ Ẕilȃl al-Qur’ȃn, Jilid. V, h. 2639.
[17]  Sayyid Quṯb, Tafsȋr Fȋ Ẕilȃl al-Qur’ȃn, Vol. III, h. 22. Ayat diatas dipertegas dengan QS Hud/ 11:102. Ayat 100-102 menceritakan tentang  penduduk suatu negeri yang pernah Allah binasakan dȃr i muka bumi karena mereka zalim dengan menyekutukan Allah. dianatara mereka ada yang ditenggelamkan di dalam gelombang air bah, disksa dengan angin topan dan badai, disiksa dengan suara yang mengguntur, ditenggelamkan bersama rumahnya ke dalam bumi. Sayyid Quṯb, Tafsȋr Fȋ Ẕilȃl al-Qur’ȃn, Vol.VI, h. 278. Kemudian diperjelas lagi dengan QS Al-Kahfi/18:59. Quṯb menjelaskan bahwa mereka pantas dihukum atau dibinasakan seperti penduduk-penduduk negeri lainnya yang terdahulu. Seandainya Alllah tidak mengulur waktunya samapai batas waktu tertentu disebabkan oelh himah yang ditentukan oleh kehendak-Nya atas mereka. Sayyid Quṯb, Tafsȋr Fȋ Ẕilȃl al-Qur’ȃn, Vol.VII, h. 327.
[18]  Quṯb menafsirkan bahwa al-Qur’ȃn tidak menyebutkan nama negeri yang terletak didekat laut itu karena negeri itu sudah populer dikalangan orang-orang yang diajak bicara tersebut. Adapun kejadiannya ialah sejumlah pemuka bani Israil yang berdomisli di sebuh kota di tepi pantai, mereka meminta untuk dibuatkan hari libur sebagai hari istirahat untuk beribadah. Maka ditetapkanlah hari sabtu sebagai hari besar mereka. Sayyid Quṯb, Fȋ Ẕilȃl al-Qur’ȃn, Jilid. III, h. 1383.
[19] Sayyid Quṯb, Tafsȋr Fȋ Ẕilȃl al-Qur’ȃn, Vol. IX, h. 387.
[20] Quṯb menafsirkan bahwa negeri yang dimaksud adalah baitul Maqdis yang Allah memerintahkan bani Israel untuk memasukinya setelah mereka keluar dari Mesir, dan agar mereka mengusir penduduknya yang telah menghuninya. Sayyid Quṯb, Tafsȋr Fȋ Ẕilȃl al-Qur’ȃn, Vol. I, h. 87.
[21]  Quṯb menjelaskan bahwa bani Israil diperintahkan memasuki sebuah kota besar. Al-Qur’ȃn tidak menyebutkan namanya. Mereka memasuki kota setelah mereka dimaafkan karena menjadikan sapi sebagai sesembahan dan disambar petir diatas gunung. Sayyid Quṯb, Fȋ Ẕilȃl al-Qur’ȃn, Jilid. III, h. 1382.
[22] Menurut Quṯb jika seorang musafir keluar dari satu kota ia akan sampai ke kota lain sebelum masuk waktu malam. Perjalanan disitu telah ditetapkan jarak-jaraknya, sehingga para musafir dapat berjalan dengan aman dan pasti.   Sayyid Quṯb, Fȋ Ẕilȃl al-Qur’ȃn, Jilid. V, h. 2901.
[23] Bagi Quṯb, Ummul Quro adalah Mekkah Mukarromah, rumah Agung Allah, tempat diturunkan risalah terakhir, dan tempat diturunkan al-Qur’ȃn dengan bahasa arab kepada sesuatu yang diketahuinya dan dikehendakinya. Sayyid Quṯb, Tafsir surah as-Syura, (Kairo: Dȃr  Syuruq, 1993), h. 24.
[24]  Sayyid Quṯb, Tafsȋr Fȋ Ẕilȃl al-Qur’ȃn, Vol. IV, h. 157.
[25]   z>uŽŸÑur ª!$# WxsWtB Zptƒös% ôMtR$Ÿ2 ZpoYÏB#uä Zp¨ZͳyJôÜB $ygÏ?ù'tƒ $ygè%øÍ #Yxîu `ÏiB Èe@ä. 5b%s3tB ôNtxÿx6sù ÉOãè÷Rr'Î/ «!$#
[26]  Sayyid Quṯb, Fȋ Ẕilȃl al-Qur’ȃn, Jilid. III, h. 1338.
[27]  Pada QS Az-Zukhruf/43:31, Quṯb menjelaskan dua negeri yang mereka maksud itu adalah Mekah dan Thaif. Meskipun Rosulullah berasal dari suku Quraish dan dari Bani hasyim yang merupakan kalangan elit Arab, demikian juga walaupun pribadi beliau terkenal berakhlak mulia di lingkungan beliau sebelum diangkat sebagai Rasul, namun beliau bukanlah pemimpin kabilah dan ketua keluarga besar dilingkungan yang mengagungkan nilai-nilai kekabilahan itu. Sayyid Quṯb, Tafsȋr Fȋ Ẕilȃl al-Qur’ȃn, Vol. X, h. 241.
[28]  Pada surah Hȗd/11:117, Quṯb menjelaskan bahwa orang-orang yang menyeru kepada Allah saja dan membersihkan negeri dari kerusakan yang disebabkan oleh sikap keberagaman kepada selain Allah, maka mereka itulah pagar-pagar keamanan bagi umat dan bangsa. Sayyid Quṯb, Tafsȋr Fȋ Ẕilȃl al-Qur’ȃn, Vol.VI, h. 285.
[29]  Di dalam QS Yȗsuf/ 12:109 Quṯb menjelaskan mereka bukanlah sekelompok malaikat atau makluk lain. Sesungguhnya mereka manusia seperti kamu (Muhammad) dari penduduk kota yang maju dan berperadaban, bukan penduduk badui, agar mereka lebih lembut dan lebih mudah dipengaruhi serta lebih sabar dalam menghadapai beban dakwah dan hidayah. Sayyid Quṯb, Fȋ Ẕilȃl al-Qur’ȃn, Jilid. IV, h. 2035.
[30] Sayyid Quṯb, Fȋ Ẕilȃl al-Qur’ȃn, Jilid. V, h. 2704-2705.
[31] Sayyid Quṯb, Fȋ Ẕilȃl al-Qur’ȃn, Jilid. III, h. 1209.
[32] Sayyid Quṯb, at-Tashawwur al-Fanni fȋ al-Qur'ȃn (kairo: Dȃr  As-Syuruq, 2005), h. 171.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

implementasi Amanah dalam kehidpan berbangsa dan bernegara

Dalam a l-Qur`ân secara ekplisit menyebut amȃnah sebanyak enam ayat dengan kategori mufrad (tunggal), dan jamak nya, yaitu pada Q...