Sayyid Quṯb menjabarkan tujuh karakteristik konsepsi Islam sebagai landasan konsepsi politik Islam. Menurutnya, “...tujuh karakteristik tersebut tidak dimiliki oleh ideologi- ideologi ciptaan manusia. Karakteristik- karakteristik tersebut ialah rabbaniyah (ketuhanan), konstan, menyeluruh (komprehensif), keseimbangan, keaktifan, realistis, dan tauhid”...[1]
Gagasan syari’at Islam menjadi tujuan atau agenda utama dalam
gerakannya. Dengan pandangan, suatu negara apapun bentuknya harus didirikan
atas dasar syari’at Islam, sehingga
terwujud suatu negara yang ideal.[2]
Syariat Islam dapat dipahami sebagai manhaj rabbani. Secara umum
konsep islam adalah konsep yang rabbani. Menurut Quṯb:
“Konsep
robbani adalah yang datang dari Allah dengan membawa segala karakteristik
tersendiri, sehingga ia merupakan konsep yang esensinya tidak berkembang tetapi
manusialah dalam kerangkanya dan meningkat di dalam memahami dan menggapnya.
Manusia akan tetap berkembang dan meningkat, tumbuh dan maju, sedangkan
kerangka ini akan selalu mencakupnya dan konsep rabbani akan selalu
membimbingnya; sebab sumber yang menciptakan konsep ini adalah juga sumber yang
menciptakan manusia”.[3]
Pada dasarnya masyarakat Islam[4]
hanya dapat dibangun menurut ajaran-ajaran syari’at, karena syari’at dapat
menjamin kemerdekaan dan keadilan bagi semua orang beriman. Syari’at di sini
tidak terbatas pada perintah-perintah, hukum, dan prinsip-prinsip pemerintahan
saja, akan tetapi juga menyangkut moralitas iman, pokok-pokok moralitas atau
perilaku manusia, dan pokok-pokok pengetahuan.[5]
Pemikiran Quṯb dapat dikelompokkan kedalam kelompok pemikir
formalis, artinya menegakkan syariat Islam itu wajib, demikian pula menegakkan
negara Islam juga wajib.[6]
Pada satu sisi Quṯb menekankan isi dan nilai-nilai tentang
persamaan, keadilan, kebebasan dan prinsip syura,
sementara disisi lain ia menekankan bentuk simbol Islam sehingga negara yang
islami adalah negera yang ideologis dan formal Islam sebagai hukum dan
konstitusi negara.[7]
Mengenai visi politik Quṯb yang penting adalah menciptakan
keserasian Ilahiah di dunia. Artinya kehidupan di dunia harus didasarkan pada
keserasian hukum-hukum Ilahi.[8]
Quṯb mempunyai tiga konsep politik yang harus dijadikan landasan
demi terwujudnya suatu negara atau pemerintahan yang ideal. Pertama, Konsep
hakimiyah. Konsep hakimiyah ini berarti menunjukkan keilahian yang berarti
kedaulatan asal. Tuhan merupakan sumber kekuatan yang penuh untuk mengatur
segala sesuatu yang berhubungan dengan makhluk-Nya.
Kedua, Konsep
manhaj, ia merupakan sebuah metode dan penetapan perjuangan yang merujuk pada
perjuangan dan pengalaman Nabi[9].
Segala tindakan dan perjuangan nabi bukan hal kebetulan, akan tetapi merupakan
sebuah pedoman dan petunjuk bagi seluruh umat. Nabi Muhammad adalah seorang
nabi dan rasul Allah yang menjadi suri tauladan (uswatul hasanah) bagi umat
Islam. Sehingga, pengalaman dan perjuangan yang dilakukan nabi di Mekkah dan
Madinah, dapat dijadikan tauladan untuk perjuangan masa kini dan mendatang.[10]
Ketiga, Negara Islam.
Negara Islam adalah suatu negara yang sistem pemerintahannya berdasarkan
syari’at Islam yang bersumber pada al-Qur’ȃn dan as-Sunnah. Islam merupakan
satu-satunya ideologi positif dan lebih sempurna dibandingkan yang lain.[11]
Hukum al-Qur’ȃn harus
dijadikan landasan bagi berlangsungnya kehidupan dalam negara. Al-Qur’ȃn
diturunkan untuk melakukan perombakan dan perubahan terhadap umat manusia
secara totalitas. Karena al-Qur’ȃn mengandung undang-undang atau konsep-konsep
secara global, memiliki ruh pembangkit, dan berfungsi sebagai penguat, penjaga
dan penjelas.[12]
Menurut Quṯb, bahwasannya “...kesuksesan material menjadi landasan
kekuatan Barat. Hal itu mengakibatkan adanya perilaku moral tercela, dan
membuat konsepsi masyarakat menopang dengan tidak berakar, berjiwa dan
kehampaan. Dengan masalah ini, Quṯb menemukan dan memberi solusi bahwa untuk
memulihkan kembali masyarakat ke semula, maka harus kembali pada Tuhan dan
Islam. Setelah menemukan solusi ini, Quṯb memusatkan energi untuk
mengeksplorasi dan menganjurkan cara untuk memulihkan nilai-nilai umat yang
harmonis”...[13]
Usaha Quṯb dalam menjadikan Islam dan agama sebagai solusi
mengobati masyarakat saat ini mendapatkan respon yang luas di kalangan
masyarakat muslim dan dunia. Dan senantiasa Quṯb mengajak kaum muslimin untuk
kembali kepada Syariat Allah sebagai dasar bagi kehidupan mereka.
baca juga :
[1] Yvonne Y. Haddad,
“Sayyid Quṯb: Perumus Ideologi Kebangkitan Islam”, dalam John L. Esposito,
ed., Dinamika Kebangunan Islam, dalam
Muhammad Iqbal dan Amin Husein Nasution, “Pemikiran Politik Islam”, h. 211-213.
[2] Ali Rahnoma, Para
Perintis Zaman Baru Islam, terj, Ilyas
Hasan (Bandung:
Mizan, 1995), h. 137.
[3] Sayyid Qutb, Karakteristik
Konsepsi Islam, terj. Muzzaki (Bandung: Pustaka, 1990), h. 47.
[4] Bagi Quṯb jalan menuju kepada masyarakat
islami begitu panjang, sulit dan terjal berduri, ia merupakan jalan yang lebih
sukar yang harus dicapai dengan usaha keras, pikiran, penerapan akhlak. Cara
merubahnya pun harus mampu menggeser dari bentuk peradaban material ke bentuk
peradaban Islam. Lihat Sayyid Quth, al-Islȃm
wa Muskilȃt al-haḏȃrah,
(Kairo: Dȃr Syurȗq, 2005), h. 189.
[5] John L. Esposito, Dinamika Kebangunan
Islam (Jakarta: Rajawali, 1987), h. 101.
[6] Murti, “Pemikiran
Politik Sayyid Quṯb” (Skripsi S1,
Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta tahun 2003), h. 6.
[7] Murti, “Pemikiran
Politik Sayyid Quṯb, h. 91.
[8] Ali Rahnoma, Para Perintis Zaman Baru
Islam, h. 137.
[9]
Sesungguhnya manusia tidak dapat menerima kebiasaan kepada metode yang dibaca
dan didengar, seraya ia menerima kepada metode yang hidup dan bergerak,
terbentuk, dan terbangun di dalam kehidupan manusia yang di terjemahkan kepada
realitas dari mata melihat dan tangan memegang. Metode itu adalah metode islami
pada gambaran masyarakat islami. Lihat Sayyid Quth, al-Islȃm wa Muskilȃt al-haḏȃrah, h.
186.
[10] M.
Imdadun Rahmat, Arus Baru Islam Radikal (Jakarta: Erlangga, 2004), h.
45. Metode ilahi yang dicontohkan oleh Islam yaitu sebagaimana yang didatangkan
oleh Muhammad, ia tidak bisa diaplikasikan di bumi ini dan kepada manusia
dengan hanya mengucap kalimat saja, tetapi ia bisa dibumikan dengan cara
mengajak dan membentuk kelompok manusia beriman secara sempurna dan berusaha
konsisten sesuai kapasitasnya, serta didorong untuk berjuang dalam menanamkan
hati orang lain di dalam kehidupan mereka serta berusaha keras untuk mencapai
kehidupan mereka dan berjihad dari kelemahan dan nafsu manusia. Lihat juga
Sayyid Quṯb, haḏa
addin, h. 9-10.
[11] M. Imdadun
Rahmat, Arus Baru Islam Radikal, h. 47.
[12] Sayyid Qutb,
Fiqih Dakwah, h. 1.
[13] Ali Rahnoma, Perintis
Zaman Baru Islam, h. 165.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar