Selasa, 21 April 2020

Tafsir Fȋ Ẕilȃl al-Qur’ȃn



Dalam mukaddimah cetakan pertama Fȋ Ẕilȃl al-Qur’ȃn, Sayyid Quṯb menyatakan kepada kita tentang judul ini. Ia menyatakan:
Ini adalah sebuah judul yang tidak saya paksakan”. Ia adalah suatu hakikat yang pernah saya alami dalam kehidupan. Dari waktu ke waktu saya mendapatkan di dalam jiwaku suatu keinginan tersembunyi untuk suatu masa yang saya akan bisa hidup di bawah naungan al-Qur’ȃn , yang akan memperoleh kedamaian di dalamnya dan tidak akan saya dapatkan hal itu di bawah naungan selainnya”. Quṯb menganggap hidup dibawah naungan al-Qur’ȃn  sebagai suatu kenikmatan yang akan mengangkat umur, memberkatinya, dan menyucikannya.[1]
 Menurut buku yang ditulis oleh Faizah Ali Syibromalisi dan Jauhar Azizy, motivasi menamakan tafsirnya dengan fȋ Ẕilȃl al-Qur’ȃn  datang begitu saja tanpa dibuat-buat. Itulah kenyataan yang dihayatinya dalam kehidupannya (di bawah petunjuk al-Qur’ȃn). Dari masa ke masa ia merasakan adanya keinginan yang tersimpan untuk hidup di bawah naungan al-Qur’ȃn, di mana ia bisa mendapatkan ketenangan yang tidak bisa ia dapatkan pada yang lainnya.[2]
Di dalam naungan ini banyak terdapat inspirasi-inspirasi al-Qur’ȃn, petunjuk-petunjuknya, dan bimbingan-bimbingannya yang harus benar-benar mendapat perhatian terhadap naungan-naungan ayat. Dan tidak ada yang bisa memperhatikannya kecuali seorang pengkaji yang biasa merasakan, yang dapat  menangkapnya dengan perasaannya yang tajam, khayalannya aktif, besertanya dan berada didalamnya.[3]
Sayyid Quṯb menganggap bahwa hidup di bawah naungan ini adalah suatu ketenangan tersendiri yang tidak akan diketahui kecuali oleh orang-orang yang telah merasakannya. Bagi penulis Quṯb adalah orang yang sudah merasakan ketenanganya bersama al-Qur’â̂n, seperti layaknya orang yang merasakan ketenangan bersama kekasihnya.[4]
Sedangkan tahap penulisan yang penulis kutip dari al-Khalidi melewati beberapa tahapan[5]:
Pertama, penulisan tafsir Fȋ Ẕilȃl al-Qur’ȃn dalam Majalah al-Muslimȗn (1951), Said Ramadhan menerbitkan majalah al-Muslimun, sebuah majalah pemikiran Islam yang terbit bulanan.[6]
Kedua, penulisan tafsir Fȋ Ẕilȃl al-Qur’ȃn menjelang ditangkapnya Sayyid Quṯb. Sayyid Quṯb pada episode ketujuh dari episode penulisan tafsir Fȋ Ẕilȃl al-Qur’ȃn dalam majalah al-Muslimun mengumumkan pemberhentian episode dan akan meneruskan dalam menafsirkan al-Qur’ȃn  secara utuh dalam sebuah kitab (Tafsir) tersendiri, yang akan beliau luncurkan dalam juz-juz secara bersambung.
Ketiga, Sayyid Quṯb menyempurnakan penulisan tafsir Fȋ Ẕilȃl al-Qur’ȃn dalam penjara. Sayyid berhasil menerbitkan enam belas juz dari penulisan tafsir Fȋ Ẕilȃl al-Qur’ȃn sebelum beliau dipenjara. Kemudian beliau dijebloskan kedalam penjara untuk pertama kalinya, dan tinggal di dalam penjara itu selama tiga bulan. Dan ketika di penjara beliau menerbitkan dua juz penulisan tafsir Fȋ Ẕilȃl al-Qur’ȃn yaitu juz ketujuh belas dan delapan belas.




[1] Salah Abdul Fatah Al-Khalidi, Pengantar Memahami Tafsȋr Fȋ Ẕilȃl  al-Qur’ȃn, h. 107-108.
[2] Lihat Faizah Ali Syibromalisi dan Jauhar Azizy, Membahas Kitab Tafsir Klasik – Modern,(Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2001), h.135.
[3] Salah Abdul Fatah Al-Khalidi, Pengantar Memahami Tafsȋr Fȋ Ẕilȃl  al-Qur’ȃn, h. 116.
[4] Karena perhatian Quṯb terhadap naungan itu serta kehidupan beliau dengannya, maka beliau akhirnya melihat al-Qur’an seakan merupakan rupa yang wujud yang bergerak seperti makluk hidup, sehingga Quṯb bisa bersahabat dan berkawan dengannya, sebagaimana seorang teman dapat bersahabat dan berkawan dengan sahabatnya. Berdasarkan asumsi yang penulis kutip dari al Khalidi bahwa surat-surat yang ada di dalam al-Qur’an itu seluruhnya  adalah teman. Setiap surat mencerminkan seorang teman yang dekat, tercinta, dan menyenangkan, yang memiliki kepribadian tersendiri dan ciri-ciri khusus. Berteman dengannya merupakan sebuah perjalanan yang menyenangkan dan istimewaSalah Abdul Fatah Al-Khalidi, Pengantar Memahami Tafsȋr Fȋ Ẕilȃl  al-Qur’ȃn, h. 117.
[5] Salah Abdul Fatah Al-Khalidi, Pengantar Memahami Tafsȋr Fȋ Ẕilȃl  al-Qur’ȃn, h. 54-58.  
[6] Episode pertamanya di muat dalam majalah Al-Muslimun edisi ketiga yang terbit bulan Februari 1952. Dimulai dari tafsir surat Al-fatihah, dan diteruskan dengan Surat Al-Baqarah dalam episode-episode berikutnya. Sayyid mempublikasikan dalam tulisannya dalam majalah ini sebanyak tujuh episode dalam tujuh edisi secara berurutan. Salah Abdul Fatah Al-Khalidi, Pengantar Memahami Tafsȋr Fȋ Ẕilȃl  al-Qur’ȃn, h. 55.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

implementasi Amanah dalam kehidpan berbangsa dan bernegara

Dalam a l-Qur`ân secara ekplisit menyebut amȃnah sebanyak enam ayat dengan kategori mufrad (tunggal), dan jamak nya, yaitu pada Q...